Tuesday 30 August 2016

Aku dan Strawberry



Suatu hari aku bertemu dengan penjual strawberry yang berjejeran di tepi jalanan. Aku terkagum melihat merahnya yang merona. Sana-sini aku memalingkan wajah agar tidak tergoda. Apalah daya, aku merupakan seorang yang terlalu menyukai buah-buahan.

Aku berjalan menuju penjual strawberry yang bertama. Berpura-pura menanyakan harga strawberry seakan aku yakin hendak membelinya. Dalam benakku yang terbayang hanyalah manis. Mengapa? Karena wajahnya merah, kulitnya menggoda serta bentuknya menarik hati. Ternyata ibarat pepatah, jangan menilai buku hanya dari sampulnya saja. Apa yang ku saksikan di mata sungguh berbeda di lidah. Strawberry tidak begitu manis, Justeru cenderung asam. Bahkan sangat asam sejak gigitan pertama.

Selanjutnya aku pergi menuju penjual yang kedua di sebelahnya. Aku mendapati buah strawberry yang sama. Bentuk yang menggoda, warna yang tak ubah serta tekstur yang serupa. Aku kembali meminta izin untuk mencicipi. Dengan senang hati si penjual kedua memberiku strawberry yang paling manis "katanya". Aku mencicipi namun semua tetap sama. Tidak ada bedanya dengan penjual yang pertama. Rasanya tidak semanis yang ku bayangkan. Terus aku berpikir untuk mencoba mencicipi strawberry i pedagang selanjutnya. Sampai sekitar 7 kis strawberry ku datangi, aku tidak menemukan strawberry yang ku anggap manis sesuai prediksiku.

Tibalah aku di kios strawberry yang ke delapan, atau yang terakhir, Aku mencoba mencicipi dengan penuh harapan menemukan yang manis sesuai keinginan. Tiba-tiba penjual berbisik padaku "Anak muda, kau tak akan perah mendapatkan yang sempurna. Yang sesuai dengan yang kau inginkan. Seseorang yang merasakan manis bukan mereka yang tidak bisa merasakan asam. Tetapi justeru mereka yang selalu bersahabat dengan rasa asam dan pahit"

Hidup itu bukan tentang mencari yang manis, namun bagaimana bersahabat dengan yang asam. Maka, bila kau menemukan yang manis, hidupmu lebih bermakna dan luar biasa. Lalu bila kau menemukan yang masam, kau tidak akan apa-apa.


#hyd

Sunday 28 August 2016

Hitam Putih Kenangan

Malam ini aku terduduk
memeluk lutut setengah kedinginan
beranjak saja aku enggan
tiba-tiba
satu cahaya, menuntunku berjalan
daguku bergetar hebat
angin malam datang serupa kenangan
hampir rapuh aku dalam malam
menelusuri lorong dengan satu pelita

malam ini aku terduduk
membuka jendela menatap sejuta bintang
tersenyum selebar purnama 15 agustus
tiba-tiba
satu cahaya, menuntunku berjalan
sekejap dia hilang dan tak ada
menggigil aku gelugutan
mati tertimpa hujan lebat dan malam

Sayup-sayup ku dengar
Cinta bersabda, begitulah, Bujang
hitam putih kenangan
kadang menyubur, kadang mengubur


Thailand. 28 Agustus 2016
Hyd

Saturday 27 August 2016

Sajak; Pulang dan Hilang

Thailand 2016
Antara aku dan pulang
ataukah aku yang hilang?

Jejak-jejak purba kita berlalu-lalang
dilalui orang pergi dan pulang
persimpangan itu
persimpangan penuh sejuta
sejarah tersajak dalam tinta
tertulisnya sejuta kisah kau aku
persimpangan itu,
persimpangan yang membuat aku menoleh
memandang lalu berlutut
menumpu dan memupuk benih rindu
atas terpisahnya kita

"lupa aku setapak jalan tempuh masa silam"

adalah aku terduduk dalam hitam
membiarkan bintang menghitung
butir rindu dalam setiap hela nafas

adalah aku yang tertiup angin
masa silam yang kejam
yang hanya menyampaikan rindu
tanpa meramu jarak dan waktu untuk bertemu

"ataukah aku hilang dalam pertualang?"

Th, 28-08-16
Hyd,



Friday 26 August 2016

Sajak Anak Ayam

Persimpangan
Berulang kali aku membaca sajak-sajak rindu
tetapi patah dalam setiap renungan malam
terpampang wajahmu dalam diam yang ku lakukan
terlukis wajahmu dalam hitamnya nan kelam

Berulangkali aku menulis sajak-sajak kangen
luluh lantak dalam namamu di ketidaksadaranku
ruh-ruh sajak Rendra membingkai indah di pelupuk
Pertamakalinya aku rindu seberat ini

tidak tahu aku akan artinya sakit
gelap aku dari bayangan anggun lain
tatkala gerimis rindu darimu sedang bertamu
adalah aku si anak ayam yang sedang berteduh

Wednesday 17 August 2016

Aku dan 17 Agustusan

Dok. Pribadi,
Pengibaran Bendera Merah Putih di KRI Songkhla, Thailand, 17 Agustus 2016
Kemaren, 17 Agustus 2016 saya menjalankan kewajiban saya sebagai Warga Negara Indonesia. Saya terkejut melihat antusiasme kawan-kawan yang ada. Mereka datang dengan berbagai corak batik di badannya. Ada yang lipatan tokonya masih kentara, ada pula yang ada aroma setrika dan pewangi, dan lain-lain. Sementara saya hanya memakai batik hijau sekitar 3 tahun yang lalu, ah kasihan sekali. Tapi bukan itu yang mau saya ceritakan.

Lupakan perihal batik yang "saya" pakai.

Aku adalah anak kampung yang tersesat ke negeri orang. Menjalani pengabdian meskipun bukan di negeri sendiri. Sejak tahun 2015 silam diri ini sudah dididik untuk menghargai tanah air. Sebab kaki ini sudah tidak berpijak di tanah pertiwi. Sejak itu, baru aku sadar kalau keberadaan itu akan terasa setelah ketiadaan. Kerinduan akan tanah air semakin membuat hati ini membuncah-buncah.

Sekitar seratus lebih kami berjejer untuk sejenak tertunduk dibawah sang merah putih. Kadang menunduk kadang tegak, tergantung perintah dan aba-aba dari pemimpin upacara. Masing-masing dari kami ada yang serius, ada yang terharu dan juga ada yang "cengengesan". Ketika aba-aba hormat kepada Pembina upacara diberikan oleh pemimpin upacara, semuai menundukkan kepala, kecuali aku. Aku dengan tegaknya mengangkat tangan dan kemudian diletakkan dikening (harusnya diujung alis, kalau tidak salah). Ketika pemimpin upacara meminta untuk hormat kepada sang merah putih, saya menundukkan kepala, namun peserta upacara mengangkat tangan didepan kening.

Cukup sekian, setelah itu kami berfoto bersama, lalu makan dan saya tutup kalimat pertemuan kami saat itu "Sudah 4 tahun saya tidak ikut upacara" Ucapku dengan senyum lebar selebar Merah Putih yang berkibar di langit biru. hati ini senang bukan main.


Sunday 7 August 2016

Rindu Itu Karya Tuhan

http://artimimpi-az.com/
Dari manakah rindu ini datang?
padahal raut wajahmu tak ku kenang
ohhh......
daku lupa, laut dan pantai adalah karya Tuhan
mengirim angin penanda bahwa
kau tak kan lekang, semakin lama
semakin memutih bak pasir diantaranya.



Wednesday 3 August 2016

SABDA ALAM UNTUK INDONESIA

http://www.sbs.com.au/
senyumlah walau itu palsu 
bangkitlah walau tak selalu tegak 
bersenandunglah walau tak bernada 
tertawa, walau sebenarnya kita menangis 
Indonesiaku..... 
megah namun telah musnah 
yang tersisa hanya debu-debu kedustaan 
Indonesiaku... 
indah tapi kini telah sirna 
yang tampak hanya puing-puing kesedihan 
ketika nyanyian alam terdengar 
dengarkanlah!
ketika bumi mulai bergetar 
kasakanlah!
ketika butiran nyawa tak lagi berharga 
lihatlah!
pulau yang asri kini penuh noda 
penguasa yang jujur tak lagi ada 
nyanyian rakyat seakan percuma 
maka ketahuilah 
sabda alam 
itulah dia

Ditulis ulang:
Thailand, 2016
Hyd

Sajak Untuk Wanita

http://www.palingyess.com/
Dari tulang rusuk lah kau diciptakan
bukan kepala
sebagai atasan
pun bukan kaki
untuk direndahkan
melainkan dari satu sisi
untuk dijadikan pendamping

Dekat dengan tangan
untuk dilindungi
Pula dekat dengan hati
untuk dicintai

Ditulis ulang
oleh: Hyd

(Tak) Serupa Gugur Bunga

https://www.google.co.th
rindu ini tak serupa gugur bunga
yang jatuh seribu dalam satu masa
kadang di puja pujangga
kadang pula dilupakan pena-nya
hanya musim yang setia menantinya
Juwita....
rinduku jatuh berlahan satu persatu 
lalu ku titip ke tangan Tuhan
namun,
musimnya masih sama, kan :-) ?

Ruang Atas,
th, 2016

Hyd

Monday 1 August 2016

Surat Untuk Rembulan

mhdfaisal.files.wordpress.com

Suatu sore, di satu desa
aku, berlari mendekati lampu jalanan yang terang di tengah senja. Bergegas mencari penerangan saat mendung telah tiba. Rembulan malam lah yang ku temukan di antara gemerlap sinar pelita jalanan. Terang menyinari, indah mewarnai. 
Namun waktu tak berpihak padaku. Begitu jahat sang awan merenggut kehadirannya. Ia hilang, jauh dan pergi, selanjutnya lenyap dan tak kembali. 
Oh,...... rupanya musim telah berganti.
Musim penghujan tiba, 
Siang dan tak peduli malam, ia (hujan) terus saja membasahi bumi. Saat itu aku sadar bahwa aku bagaikan pemburu liar yang tak mengerti batasan, yang tak mengerti aturan. Bagaimana tidak, hanya akulah satu-satunya penikmat malam yang mencari rembulan di dalam hujan dan petir. 
Ah.... lupakan saja rembulan, barangkali ada bintang-bintang, gumamku sembari senyum.
Untukmu rembulan; Mati besok setelah mengenalmu adalah kebanggaan bagiku, dibandingkan aku hidup abadi di dunia ini namun tanpa mengenalmu. Ah lebaynya aku....
Ku minta, henyahlah kau rembulan hingga musim berakhir. Sekiranya musim telah berganti, datanglah! aku ingin menyaksikan kau bersinar seperti semula. Menerangi setiap pojok belahan bumi. 
Yah.. datanglah lagi ke peraduanmu. Bertenggerlah di ranting, agar bisa ku saksikan lewat jendela kamarku.
Sebab, bila saatnya aku jatuh cinta sama satu bintang, ku ingin melihat kau (rembulan) kembali purnama. 

Thailand, Agustus 2016 
Ditulis oleh:
Hyd



Pigura