Thursday 18 September 2014

Milea Ditelan Senja.

milea menghilang.
Sejenak ku perhatikan jarum jam, terhenti pada satu detik dimana ternyata rindu ini tak bertuan lagi. Ternyata aku kini sudah tak dalam detik yang sama. Detik satu tak sama dengan detik dua, menit berganti jam, jam berganti hari kini tak ada Milea disisiku. Bukan dimana? yang ku tanyakan, namun mengapa? Entah mungkin rasa telah berbeda, mau yang tak sama dan mungkin juga arah tak sejalan, tapi yang pasti Milea kini telah menghilang. 
Milea dimana? kulihat indah foto nan ayu menempel didinding sebuah ruang berukuran 3x3m yang sejak dulu hingga sekarang akrab disebut Kamar Kost. Oh iya... perlu diketahui bahwa aku adalah seorang pensiunan mahasiswa hehe. Hingga kini kehidupanku masih dihiasi oleh misteri 3x3. Dengan dinding dan ornamen sederhana, berdebu serta tak terawat, ada sebuah sebuah foto yang menempel dengan rapi. Kubersihkan setiap hari dikala mentari menyinari hingga rembulan bernyanyi memintaku untuk terlelap. Milea, itulah fotomu, dan fotoku juga tentunya. Milea dimana? sudahkah Milea lupa musim tak berbulan yang kita lewati? ku harap ini hanyalah sebuah Sinetron Indonesia yang memiliki banyak liku dalam proses namun selalu memiliki Happy Ending. Menikmati hidup ini tentu perlu inspirasi, sekecil apapun itu inspirasi akan sangat berharga ketika sendiri, ketika tak dihargai, ketika tak di ingini dan ketika kehilangan tanpa disadari.
***Milea Pergi***
Pergi, dalam KBBI berarti meninggalkan. Meninggalkan merupakan kata kerja yang membutuhkan subjek. Tentunya objek yang ditinggalkanpun juga ada. Milea kini ternyata tak hanya menjadi objek yang dijalankan oleh Tuhan, namun juga menjadi subjek yang menjalankan rindu dalam derap diri ini. Aku tak mengerti apakah ini namanya kehilangan, yang ku tau tanpamu aku sepi.Bukan berarti setiap saat kita selalu berdampingan, memang tidak sama sekali.
Seperti biasanya, aku selalu lupa entah detik keberapa, menit keberapa dan bahkan jam keberapa. Yang ku ingat hanya detik dimana Milea senyum dimalam itu menggantikan bulan yang tertutup awan. Mungkin sedikit redup ketika itu, tak apa yang penting kau ada. Ketika malam sudah berkuasa, dingin menjadi raja, embun bersiap menyambut mesra dan diri mulai tak terjaga, Milea datang membawa sebongkah rindu. Sejenak kemudian dia menghilang tanpa meninggalkan tanda apalagi jejak. Detik itu ku sadar ternyata rindu yang ia bawa sudah tak bertuan lagi. Ahhh, bukan kah rindu itu dibawa oleh tuannya sendiri? Ternyata bukan, hanya saja dunia terlalu egois mengirimkan bidadari pembawa rindu, jika akhirnya bidadari itu digrogti sang waktu. Bukan salah Milea selaku bidadari, hanya sang waktu dan pemiliknya lebih berkuasa. Bingung memang mengartikan dunia melalui cerita ini, karena pada saat cerita ini ditulis dunia memang tak memiliki arti.
Dalam suatu pagi, seandainya --mendekati iya-- datang makhluk luar angkasa bernama rindu, maka kan ku gantung dan ku ternak dia dipelopak mata, meskipun tak nyata, setidaknya ia selalu terasa disetiap kedipan mata. Setiap satu, akan beranjak menjadi dua, begitu juga harapanku setiap rindu akan beranjak menjadi jumpa. Milea, jangan pergi dariku. Kalau mau pergi sekarang saja. Kutunggu diruang rindu, kunanti dalam hati, jangankan mulai pagi ini, malampun ku mampu. Meskipun dingin yang penting ku tak beku.Tapi jangan harap kau bisa pergi lagi. GUBRAAAAKKKK... ternyata aku lagi bermimpi. Pagi ini tepat di Lowanu tempat ku bekerja, ku cari Milea. Ternyata dia sudah benar-benar pergi.... Capailah kebahagiaanmu, jangan pikirkan aku. Aku akan baik baik saja. Selamat jalan Milea, jika ada waktu, mampir keruang rindu kita berdua, buatlah satu menjadi dua. Dari aku ataupun kamu menjadi KITA.
Gersang, panas, gerah.... tak ada kata untuk menggambarkan betapa tak bersahabatnya dunia ini. Suara palu berkelahi dengan paku menghiasi ruang kerja, karena sebelah ada perbaikan. Milea, tak banyak permintaanku, cukup memberi kabar lewat angin. Pernah ku berdialog dengan sejuta makhluk yang tak terlihat oleh mata, yaitu sayang, rindu, cinta, kepedulian, kecemasan, kasih sayang dll, entahlah.... padahal semua itu merupakan kata benda dan kata sifat. Tapi semua itu kini tak tampak apalagi dirasa.
Tuhan, terimakasih atas kuasamu.... aku lupa detik yang keberapa, seperti biasanya. Milea sudah senyum? Ku yakin dia tersenyum lebar. 

Pigura