Tuesday 19 March 2013

Selangkah Perjalanan Menuju Sebait Keikhlasan



Sebait Keikhlsan
Oleh: Haiyudi
Suatu sore, Ku berlari mendekati lampu jalanan yang terang di tengah senja kota. Bergegas mencari penerangan saat senja telah tiba. Rembulan malam lah yang ku temukan di antara gemerlap sinar lampu jalanan. Terang menyinari, indah mewarnai. Namun waktu tak berpihak padaku. Senyumpun ku siapkan tuk mengawali pertemuan sore itu. Berharap sinar itu masih disana. Hingga lambaian perpisahanpun datang menutupi pintu pertemuan dan membuka jarak antara kami. Mulai ketika itu dan hingga kini, Aku bagaikan pemburu liar yang tak mengerti batasan, yang tak mengerti aturan. Yaaaaaaah, Aku sadari sepenuhnya jika aku tak layak mengenalnya melebihi sebagai seorang sahabat, namun rasa ini telah terlanjur jauh tuk ku tinggalkan, terlampau tanggung tuk ku lepaskan. Ku tak bisa membiarkan rasa ini terbang entah kemana, karena yang pasti ku kan terombang ambing dalam bayangan sang rembulan, namun, aku tak akan pernah menangisi senja berlalu, karena rembulan malam siap menantimu, kalimat itu yang terus ku ingat.
Mati besok setelah mengenalmu adalah kebanggaan bagiku, dibandingkan aku hidup abadi didunia ini namun tanpa mengenalmu. Sebait keraguan ku catat dalam kenangan, apakah kau memiliki sekeping hati yang ku titipkan sejak ku dilahirkan? Entahlah...... Hingga kini, huruf pertama dalam jawabanmu tak ku temui. Menikmati indahnya mencintaimu kini kulakukan, entah sampai kapan ku tak mengerti. Ingin rasanya ku hancurkan cermin saat melihat wajah bodoh yang tersenyum menyayangimu. Ingin ku kepalkan tangan ini dan memberikan luka darah pada wajah itu. Namun apalah daya, keikhlaasan ku tuk tersenyum mencintaimu meluluhkan semua itu. Ingin ku berteriak di padang pasir yang luas, agar suara itu melebar namun tak seorangpun yang hiraukan, lalu ku berlutut menyesalai dan meneteskan air mata ini. Lagi lagi senyuman mencintai mu datang dan meluluhkan niat itu. Tak bijaknya aku jika mengatakan Allah tak adil. Entahlah yang pasti aku kini menikmati kehadiranmu yang abstrak itu. Memang, rasa ini terlalu rumit tuk ku jelaskan, ku juga tak mungkin menyalahkan pujangga yang berkata “mencintai itu indah”, namun yang pasti terimakasih atas harapan indah yang berarti yang mengiringi lagu kehidupanku dan menjadi peran utama damal drama hidupku ini,
Ketika kau mengatakn aku berbeda, maka itu salah, akupun sama dengan yang lain. Hingga kini ku belum menemukan alasan tuk tidak menyayangiu, meskipun terkadang ku merasa seperti berdiri di belakang kaca, yang hanya bisa menatapmu tanpa tau apakah kau melihatku atau tidak. Mungkin suatu kematian yang kan mengungkap rasa ini lebih dalam, saat kau tersedu di batu nisanku dan menyatakan “kau menyayangiku”, saat itu mungkin ku kan tersenyum. Namun sebelum masa itu datang, izinkan ku menyayangimu meskipun kau tak bisa ku miliki.
Untuk diriku, jangan pernah meneteskan air mata untuk mencintai, namun tertawalah jika cinta itu datang padamu dan kau memiliki rasa yang sama. Karena masih ada Dzat yang lebih pantas tuk di cintai, maka lewat angin ku sampaikan rahasia kami berdua Aku dan Tuhanku bahwa ; begitu ku mencintaimu.
Tak sanggup sudah bibir ku mengungkap rasa ini di hadapanmu, letih sudah tangan ini menulis kalimat sederhana tantang kita. Tapi ketahuilah aku masih kuat tuk berdiri tegak menunggu seandainya sekeping hati ku ada padamu. Mungkin aku hanya kan pergi sejauh rindu dan sayang ini berada, tapi percayalah aku kan datang secepat kenangan dan namamu memanggilku. Memang kita kini terpisah oleh ruang dan waktu, tetapi, taukah kamu mengapa ada kata tertawa dalam setiap bahasa? Karena disitu juga ada kata menangis. Lalu mengapa ada perpisahan? Karena disana juga pasti ada pertemuan kembali. Lalu? apakah ku berharap penuh, mungkin tidak, hanyalah sebait keikhlasan yang kini ku pelajari darimu.
Kini ku terjerat dalam lingkaran waktu, dimana beribu rasa mengelilingi hadirku, ku berusaha melihat dalam satu pandangan. Wanita tercinta itu membawa pergi dua keping hati. Entah kemana.....
Jangan pernah pernah ragu melangkah ketika titik tujuan telah di depan mata meski buram sekalipun, karena mencintai memang berarti menunggu namun bukan diam di tempat melainkan kita harus terus berjalan. Yaaaaah, dengarlah detik waktu, ia tak pernah lelah tuk berjalan. Begitu pula dengan ku yang tak pernah lelah mencoba untuk bersamamu. Tuk dirimu, Mencobalah untuk jangan sampai air mata penyesalah datang menghiasi mata indahmu, jangan sampai kau menangis dan berlutut mengatakan kau menyayanginya hanya karena saat tu ia telah pergi dan tak tau kapan kan kembali dan hanya meninggalkan kenangan haru. Mungkin ini hanya kalimat sederhana, namun cobalah tuk memahami arti kesederhanaan, karena disanalah tempatku berdiri dan tersenyum untuk menunggumu.

No comments:

Post a Comment

Pigura