Sebait Keikhlsan
Oleh: Haiyudi
Oleh: Haiyudi
Suatu sore, Ku berlari mendekati lampu jalanan
yang terang di tengah senja kota. Bergegas mencari penerangan saat senja telah
tiba. Rembulan malam lah yang ku temukan di antara gemerlap sinar lampu jalanan.
Terang menyinari, indah mewarnai. Namun waktu tak berpihak padaku. Senyumpun ku
siapkan tuk mengawali pertemuan sore itu. Berharap sinar itu masih disana. Hingga
lambaian perpisahanpun datang menutupi pintu pertemuan dan membuka jarak antara
kami. Mulai ketika itu dan hingga kini, Aku bagaikan pemburu liar yang tak
mengerti batasan, yang tak mengerti aturan. Yaaaaaaah, Aku sadari sepenuhnya jika
aku tak layak mengenalnya melebihi sebagai seorang sahabat, namun rasa ini
telah terlanjur jauh tuk ku tinggalkan, terlampau tanggung tuk ku lepaskan. Ku
tak bisa membiarkan rasa ini terbang entah kemana, karena yang pasti ku kan
terombang ambing dalam bayangan sang rembulan, namun, aku tak akan pernah
menangisi senja berlalu, karena rembulan malam siap menantimu, kalimat itu yang
terus ku ingat.
Mati besok setelah mengenalmu adalah kebanggaan
bagiku, dibandingkan aku hidup abadi didunia ini namun tanpa mengenalmu. Sebait
keraguan ku catat dalam kenangan, apakah kau memiliki sekeping hati yang ku
titipkan sejak ku dilahirkan? Entahlah...... Hingga kini, huruf pertama dalam
jawabanmu tak ku temui. Menikmati indahnya mencintaimu kini kulakukan, entah
sampai kapan ku tak mengerti. Ingin rasanya ku hancurkan cermin saat melihat
wajah bodoh yang tersenyum menyayangimu. Ingin ku kepalkan tangan ini dan
memberikan luka darah pada wajah itu. Namun apalah daya, keikhlaasan ku tuk
tersenyum mencintaimu meluluhkan semua itu. Ingin ku berteriak di padang pasir
yang luas, agar suara itu melebar namun tak seorangpun yang hiraukan, lalu ku
berlutut menyesalai dan meneteskan air mata ini. Lagi lagi senyuman mencintai
mu datang dan meluluhkan niat itu. Tak bijaknya aku jika mengatakan Allah tak
adil. Entahlah yang pasti aku kini menikmati kehadiranmu yang abstrak itu. Memang,
rasa ini terlalu rumit tuk ku jelaskan, ku juga tak mungkin menyalahkan
pujangga yang berkata “mencintai itu indah”, namun yang pasti terimakasih atas
harapan indah yang berarti yang mengiringi lagu kehidupanku dan menjadi peran
utama damal drama hidupku ini,
Ketika kau mengatakn aku berbeda, maka itu salah,
akupun sama dengan yang lain. Hingga kini ku belum menemukan alasan tuk tidak
menyayangiu, meskipun terkadang ku merasa seperti berdiri di belakang kaca,
yang hanya bisa menatapmu tanpa tau apakah kau melihatku atau tidak. Mungkin suatu
kematian yang kan mengungkap rasa ini lebih dalam, saat kau tersedu di batu
nisanku dan menyatakan “kau menyayangiku”, saat itu mungkin ku kan tersenyum.
Namun sebelum masa itu datang, izinkan ku menyayangimu meskipun kau tak bisa ku
miliki.
Untuk diriku, jangan pernah meneteskan air mata
untuk mencintai, namun tertawalah jika cinta itu datang padamu dan kau memiliki
rasa yang sama. Karena masih ada Dzat yang lebih pantas tuk di cintai, maka lewat
angin ku sampaikan rahasia kami berdua Aku dan Tuhanku bahwa ; begitu ku
mencintaimu.
Tak sanggup sudah bibir ku mengungkap rasa ini di
hadapanmu, letih sudah tangan ini menulis kalimat sederhana tantang kita. Tapi
ketahuilah aku masih kuat tuk berdiri tegak menunggu seandainya sekeping hati
ku ada padamu. Mungkin aku hanya kan pergi sejauh rindu dan sayang ini berada,
tapi percayalah aku kan datang secepat kenangan dan namamu memanggilku. Memang
kita kini terpisah oleh ruang dan waktu, tetapi, taukah kamu mengapa ada kata
tertawa dalam setiap bahasa? Karena disitu juga ada kata menangis. Lalu mengapa
ada perpisahan? Karena disana juga pasti ada pertemuan kembali. Lalu? apakah ku
berharap penuh, mungkin tidak, hanyalah sebait keikhlasan yang kini ku pelajari
darimu.
Kini ku terjerat dalam lingkaran waktu, dimana
beribu rasa mengelilingi hadirku, ku berusaha melihat dalam satu pandangan. Wanita
tercinta itu membawa pergi dua keping hati. Entah kemana.....
Jangan pernah pernah ragu melangkah ketika titik
tujuan telah di depan mata meski buram sekalipun, karena mencintai memang berarti
menunggu namun bukan diam di tempat melainkan kita harus terus berjalan. Yaaaaah,
dengarlah detik waktu, ia tak pernah lelah tuk berjalan. Begitu pula dengan ku
yang tak pernah lelah mencoba untuk bersamamu. Tuk dirimu, Mencobalah untuk jangan
sampai air mata penyesalah datang menghiasi mata indahmu, jangan sampai kau
menangis dan berlutut mengatakan kau menyayanginya hanya karena saat tu ia
telah pergi dan tak tau kapan kan kembali dan hanya meninggalkan kenangan haru.
Mungkin ini hanya kalimat sederhana, namun cobalah tuk memahami arti
kesederhanaan, karena disanalah tempatku berdiri dan tersenyum untuk
menunggumu.
No comments:
Post a Comment