Ismi, aku tertawan rindu
padamu setiap waktu. Apabila mendung dan hujan, ku tau kau lah mentari. Sebab
meski sembunyi, kau ada.
Zamri
pergi meninggalkan Ismi, akan tetapi berlalunya waktu, Ismi mulai merasa
terbiasa. Ismi memahami jika ini hanya perpisahan secara jarak dan masa, yang
mana hanya ahli matematika dan fisika
yang pandai menghitungnya. Sedang Ismi dan Zamri adalah sarjana bahasa,
sehingga tidak ada kekhawatiran dalam jarak dan masa.
Ismi,
ketahuilah; Zamri bersabda (lagi), begini;
Aku bersyukur bisa meninggalkanmu.
Aku bersyukur bisa jauh darimu.
Aku bersyukur karena tidak bisa menyaksikan senyummu.
Aku bersyukur karena tidak mendengar tawamu.
Aku bersyukur tidak disisimu setiap waktu, sebab;
Rindu ini tidak akan membunuh, rindu ini akan
semakin hidup, tumbuh dan berakar. Tetapi dengan berpisah, kita akan paham
kemana larinya ketika kita sedang rindu. Kadang
ketika jatuh cinta bibir terlalu terburu-buru mengungkapkan, lidah senantiasa
selalu menggoreskan. Sesungguhnya tanpa lidah dan pena cinta itu lebih suci.
Percayalah do’a tidak akan kehilangan tuah dimata Allah. Jalan kita sudah
lurus, hanya saja masih panjang.
Ismi,
aku hanya berharap suatu saat bisa mengungkapkan “Apabila itu tentangmu, aku
bisa mendengar yang tak kau ucapkan, mengerti yang tak kau jelaskan”
—Zamri
Haidir—
No comments:
Post a Comment