Tuesday 26 July 2016

Mencintai Dengan Bijak

Sebelumnya, biarkan surat ini melayang. Menjauh lalu menghilang. Ini hanya perihal aku yang kan dibunuh waktu. Usah kau kenang, sayang. 

Untuk mu, yang bukan dia
Semenjak sehari seusai perkenalan kita, aku termenung panjang meratapi hari-hari yang akan datang. Mengkhawatirkan sesuatu, seolah ragu akan pertolongan Tuhanku. Tak perduli siang, apalah artinya malam.

Ku lihat satu tangan menggenggammu dengan erat. Kau tau? aku bagaikan dalam terowongan. Bingung, gelap, gelugutan, kedinginan dan ketakutan. Aku terus menanti datangnya sinar di ujung sana. Sinar indah yang datang dari rembulan tertidur lelap di bola matamu. Sinar indah dari gemerlapan kejora dalam tawa mu. meskipun tanganmu terikat padanya. Ahh... bodohnya aku

Detik yang berganti begitu berat, sayang (maaf ku panggil sayang). Jadi, bisa dibayangkan bukan? bagaimana kala menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu dan minggu berganti bulan. Kagumku tak pernah pudar apalagi menghilang, meskipun ragamu semakin jauh dipandang. Berlalunya waktu semakin jauh dan lenyap.

Sepeninggalanmu, aku terhuyung terbawa setiap angin. Angin masa silam yang menguburku dalam-dalam. Serupa puisi Kangen W.S Rendra yang menggerogoti jiwa. Rindu ini semakin dalam, menusuk hingga tulang-belulang. Namun kepada siapa aku harus mengadu? Membayangkanmu tersenyum dari kejauhan adalah kebahagiaan yang tak ada tara. Meskipun satu persatu bintang memintaku gegabah, tapi, satu rembulan senantiasa memintaku mencintai dengan bijaksana. Mencintai tanpa menyakiti hati yang lain. 

Pada akhirnya, rinduku sampai pada penghakiman. Harus ku serahkan semuanya pada-Nya. Do'a memang tak terlihat di pojok bumi, namun melayang ke semesta. Cepat dan tepat jatuh di tangan Tuhan. 

Salam,
aku

Perindu. 

No comments:

Post a Comment

Pigura